Gus Ipul Ajak Unisla Lampung Berperan Atasi Kemiskinan

DOWNTOWNVANCOUVER.NET – Beberapa hari lalu, saya berkesempatan hadir di sebuah acara yang cukup inspiratif di kampus Universitas Islam An Nur Lampung atau yang akrab dikenal sebagai Unisla Lampung. Dalam acara itu, hadir tokoh nasional yang sudah nggak asing lagi, Gus Ipul, mantan Wakil Gubernur Jawa Timur dan tokoh Nahdlatul Ulama yang dikenal punya perhatian besar pada isu-isu sosial. Nah, yang bikin acara ini makin menarik adalah ajakan langsung dari Gus Ipul agar kampus ikut ambil peran dalam mengatasi kemiskinan di masyarakat.

Sebagai penulis yang sering mengikuti isu pendidikan dan sosial, saya merasa momen ini penting untuk dibagikan. Kenapa? Karena biasanya perguruan tinggi hanya dianggap sebagai tempat belajar teori, tapi Gus Ipul hadir membawa semangat baru: kampus harus hadir di tengah persoalan nyata masyarakat, termasuk kemiskinan.

Pendidikan Bukan Sekadar Gelar

Dalam sambutannya, Gus Ipul menekankan bahwa peran universitas seharusnya tidak hanya mencetak sarjana, tapi juga melahirkan solusi. Menurut beliau, perguruan tinggi memiliki tiga kekuatan besar: pengetahuan, riset, dan jaringan mahasiswa yang luas. Ketiga hal ini, kalau digerakkan dengan serius, bisa menjadi kekuatan untuk mendorong perubahan sosial—termasuk dalam hal mengurangi angka kemiskinan.

Kita tahu sendiri, kemiskinan bukan cuma soal penghasilan rendah. Ada aspek lain seperti akses pendidikan, keterampilan, kesehatan, hingga minimnya kesempatan kerja. Nah, menurut Gus Ipul, kampus bisa hadir lewat program-program pengabdian masyarakat, kuliah kerja nyata (KKN) yang fokus pada pemberdayaan ekonomi warga, hingga penelitian yang benar-benar membumi.

Unisla dan Potensi Lokal

Gus Ipul juga melihat potensi besar dari Unisla Lampung karena posisinya yang strategis—dekat dengan komunitas agraris, UMKM, dan desa-desa yang masih perlu sentuhan pemberdayaan. Bayangkan jika setiap jurusan punya program rutin untuk terjun ke desa, membantu pelatihan wirausaha, digitalisasi produk lokal, atau pendampingan UMKM. Itu bukan hanya membantu masyarakat, tapi juga melatih mahasiswa agar melek realita sosial dan nggak cuma jago di atas kertas.

Mahasiswa Bukan Penonton

Satu kalimat yang cukup membekas dari Gus Ipul adalah:
“Mahasiswa jangan cuma jadi penonton perubahan, tapi harus jadi pelaku utamanya.”

Dan saya pribadi setuju banget. Di era sekarang, mahasiswa punya akses informasi dan teknologi yang luar biasa. Mereka bisa bikin konten edukasi, membangun platform digital sederhana untuk promosi produk lokal, bahkan menggalang dana sosial lewat media sosial. Kampus seperti Unisla tinggal memfasilitasi dan memberikan ruang bagi kreativitas mahasiswa itu untuk bergerak.

Sinergi Itu Kunci

Yang menarik, ajakan Gus Ipul ini nggak berdiri sendiri. Ia juga mendorong adanya sinergi antara kampus, pemerintah daerah, dunia usaha, dan organisasi masyarakat. “Kampus nggak bisa kerja sendiri, perlu kolaborasi agar dampaknya terasa luas,” katanya.

Contohnya, riset kampus bisa dijadikan acuan oleh dinas sosial atau koperasi, pelatihan oleh dosen bisa didukung pendanaan dari CSR perusahaan lokal, dan kegiatan mahasiswa bisa bersinergi dengan program desa.

Penutup: Saatnya Bergerak

Apa yang disampaikan Gus Ipul bukan sekadar wacana, tapi sebuah panggilan. Sebuah ajakan agar kampus tidak hanya jadi menara gading, tapi jadi mercusuar harapan di tengah masyarakat. Buat mahasiswa Unisla dan kampus-kampus lain, ini saatnya kita membuka mata, keluar dari zona nyaman, dan mulai berpikir, “Apa yang bisa saya lakukan hari ini untuk bantu mereka yang kesulitan?”

Kemiskinan memang masalah besar, tapi perubahan selalu dimulai dari langkah kecil. Dan langkah itu bisa dimulai dari dalam kampus sendiri.